Nama Joey Alexander Sila tiba-tiba saja menyedot perhatian banyak orang. Gara-garanya, pianis cilik berusia 11 tahun ini masuk dalam koran The New York Times di halaman satu. Salah satu koran terpopuler di Amerika Serikat itu menulis judul He's a Jazz Virtuoso Who Can Barely See Over a Baby Grand.
Siapa Joey Alexander? Tubuh bocah 10 tahun itu mungil. Matanya dibingkai kacamata Rip Curl bergagang hitam tebal. Sekilas, ia mirip Daniel Radcliffe, pemeran Harry Potter. Dengan padanan kaus merah, celana jins, sepatu kets, dan jaket hitam, penampilan Josiah Alexander Sila, atau lebih dikenal dengan nama Joey Alexander, tak jauh berbeda dengan anak sebayanya.
Tapi Joey menolak disebut masih kecil. “Jangan tulis saya pianis cilik, ya. Pianis aja,” kata putra Denny Sila dan Fara Urbach itu dengan mimik serius saat bertemu dengan Tempo di sebuah kedai roti di Pondok Indah Mall 1, Jakarta Selatan, Rabu siang lalu. “Kan tahun ini saya sudah 11 tahun.Udah gede itu.”
Tapi pianis cilik itu bukan bocah biasa. Juni tahun lalu Joey meraih Grand Prix dalam 1st International Festival-Contest of Jazz Improvisation Skill, di Odessa, Ukraina. Dia mengalahkan 43 peserta final dari berbagai negara yang berumur lebih tua darinya. Kata para juri yang berasal dari berbagai negara itu, kepiawaian Joey bermain piano adalah anugerah Tuhan.
Di usianya yang masih belia, Joey juga berpentas di acara Jazz Spot di Kemang, Serambi Jazz Goethe Hauss, Jakarta International Jazz Festival, World Youth Jazz Festival di Kuala Lumpur, dan pernah diundang UNESCO bermain di depan ikon jazz dunia, Herbie Hancock. Maret tahun ini, dia juga bakal tampil di Java Jazz Festival membawakan lagu komposisinya sendiri bersama musikus senior, Barry Likumahuwa dan Sandy Winarta.
Anak yang lahir dan tumbuh di Denpasar, Bali, itu sudah tampak bakat musiknya sejak berumur 6,5 tahun. Dengan keyboard mungil merek Casio yang dibelikan sang ayah, Joey kecil lihai memainkan lagu Thelonius Monk, Well You Needn’t. Cara Joey bermain keyboard membuat kaget Denny dan Fara. Keduanya akhirnya mendaftarkan Joey ke sekolah musik Purwacaraka dan berlanjut ke sekolah musik klasik Farabi di Jakarta.
Menurut Fara, guru Joey ketika itu terpesona melihat bakat sang anak. Sementara murid lain mempelajari satu lagu butuh waktu berbulan-bulan, Joey hanya butuh tiga pekan. Bahkan ada lagu yang bisa dipelajari Joey dalam tiga hari saja. “Pak Purwacaraka pernah mendengar Joey main piano sambil tutup mata. Katanya, cara Joey bermain piano sempurna, seperti anak kuliahan,” ujarnya.
Namun, pada usia 7 tahun, Joey memilih belajar secara otodidaktik di rumah, didampingi sang ayah. Joey tak lagi mengambil kursus musik karena di tengah jalan terpikat oleh jazz. “Saya bisa sih,mainin musik klasik. Tapi saya lebih suka jazz, karena enggak harus sesuai partitur. jazz itu terbuka. Pada jazz, saya menemukan kebebasan, spontanitas, dan ekspresi,” ujarnya dengan tuturan yang runtut seperti orang dewasa. “Tapi kebebasan di sini bukannya enggak ada aturannya, ya, karena mesti ada pertanggungjawaban saya sebagai pianis.”
Banyak bocah berbakat musik di negeri ini. Surabaya, misalnya, bikin kejutan dengan memunculkan sejumlah pianis klasik cilik. Sepuluh murid Studio Musik Sienny Surabaya belum lama ini menang dalam The American Protégé International Music Talent Competition 2012 di New York. Mereka adalah Beatrice, Martha Noviana, Rui Fernando, Ryan Ferguson, Janice Carissa, Gabriella Prisca Handoko, Michelle Harianto, Jazzlyn Thedrica Cheryl Wibawa, Jesslyn Cheryl Handoko, dan Aurelia Estrella Handoko. Dua yang pertama sudah dewasa, tapi yang lain masih belasan tahun dan anak-anak. Jesslyn adalah yang termuda, saat itu baru 5 tahun, tapi dialah yang terpilih sebagai juara pertama yang mengalahkan ribuan anak dengan jenjang usia yang berbeda dari berbagai negara.
0 Response to "Joey Alexander Sila, Pianis cilik dengan Prestasi Dunia"
Post a Comment